belajar photography : etika photography
Jumat, 07 Desember 2007
selain sangu henfon dan dompet (kosong), saya juga sering ngantongi kamera poket kalo ada kesempatan pelesir kemana-mana tempat (halah bahasane). kadang kalo beruntung dapet gambar menarik di jalanan. tapi sering kali saya cuman bisa liat, tapi nggak berani ngeluarin kamera. pertimbangannya: "boleh nggak ngambil gambar itu?"
ada cerita jamaah haji ditangkep laskar arab dan disita kameranya gara2 motret di dalem masjidil haram. haha kalo ini jelas, pelanggaran. contoh kasus lainnya: fotografer nggak berani ngambil gambar di dalem mall. memang peraturannya agak blur dan kebijakan masing2 pengelola mall bisa beda, tapi biasanya memang ditegur satpam kalo nekat motret :D
di jalanan, saya nggak pernah tertarik motret orang2 homeless. rasanya nggak enak aja mengeksploitasi mereka sbg obyek fotografi. tapi giliran nyoba motret polantas saya malah dipelototi hihihi :D
nggak tau kenapa sejak dulu saya nggak pernah bisa klik sama polantas :p
nah contoh yg menarik ada di matanesia.com: penumpang (personal project). sependek pengamatan saya, foto2 macem gini akan keliatan lebih natural kalo langsung jepret aja. kalo pake permisi basa basi dulu, bisa jadi penumpang itu malah jadi kaku di depan lensa. ato lebih parah, berpose :p
jadi baiknya gimana? apakah fotografer boleh langsung tembak? ato harus minta ijin dulu? ato bisa jepret dulu baru minta ijin kemudian? ato perlu bersosialisasi dulu supaya penumpang bersedia dan merasa nyaman diambil gambarnya?
nah, untuk ini mamuk ismuntoro bersedia share pengetahuan plus beberapa tips buat pemula. yg di bawah ini jawaban dari mamuk ismuntoro. makasih banyak mas mamuk :)


1. Etika mengambil gambar/foto di ruang publik berbeda-beda di tiap kawasan, tempat atau negara. Sebagai gambaran, kita (di Indonesia) bisa dengan nyaman memotret anak-anak di pinggiran kampung atau dimana saja saat mereka bermain. Tapi jgn harap bisa semudah ini di Australia, mereka punya undang-undang yg tegas tentang perlindungan anak, maka memotret mereka lagi bermain sekalipun, tanpa ijin orang tuanya akan membawa kita ke panjara. Dianggap eksploitasi anak he..he..he..gawat kan?

2. Lalu bagaimana di negara kita? Seperti aku bilang td, kita relatif mudah untuk mendekati, meminta ijin dan memotret. Bahkan sebagian masyarakat kita cuek dan senang saja saat diambil gambarnya, dalam jarak dekat sekalipun. Contoh, di Busway -jakarta, aku memotret pakai HP, sangat dekat dengan obyek, gak ada masalah sementara ini he.he.)


3. Lantas etikanya gimana? Sebaiknya, dimanapun kita mau motret, apalagi obyeknya adalah manusia, mintalah ijin dahulu, dekati dengan ramah, buat mereka dalam kondisi nyaman dan tidak asing dg kita (fotografer). 90 persen orang akan dg senang hati menerima kedatangan kita saat diajak bicara dahulu, pahami kondisi mereka, apalagi mereka kita ajak bicara ttg dirinya, pasti suka. Nah, baru kita sampaikan maksud kita.
Namun untuk beberapa kondisi, fotojurnalis (spt saya) boleh saja mengambil gambar langsung (seperti penumpang angkot itu) untuk mendapatkan momen yg natural seperti km bilang. Tapi jgn lupa bicarakan maksud kita usai motret. Ini yg aku lakukan, menyapa beberapa penumpang itu, seperti tanya nama, umur, pekerjaan keluarga, sampai hal remeh-temeh lainnya. Dan ketika mereka tanya buat apa foto?, katakan dg benar apa adanya. Misal untuk sekedar belajar, atau kepentingan pemberitaan yang baik. Jika mereka paham kita lega, namun jika mereka keberatan, jgn coba-coba mempublish secara umum.
Selain tidak menghormati privacy, mereka juga bisa menuntut kita kok.


4. Perkantoran dan mall sering dianggap sebagai ruang publik. Padahal tidak, mereka ibarat pemilik rumah dan halamannya. Apalagi jika disetiap sudut ruang mall ada larangan memotret. Kita tdk boleh seenaknya ambil foto. Meski tidak semua mall dg jelas mengumumkannya. Namun, etika jurnalistik membolehkan kita memotret rumah seseorang, kantor atau mall jika mereka terlibat dalam sebuah kasus yang layak dan berhak untuk diketahui publik. Misal layak dan berhak itu, jika sebuah institusi/orang punya masalah yg dampaknya merugikan banyak orang, katakanlah mall yg punya masalah dengan sistem pengolahan limbah yang mencemari kampung sekitarnya. Kita dibolehkan mengambil gambarnya, atas kepentingan publik.

Tips memotret orang:
1. Permisi, minta ijin (kalau perlu jgn perlihatkan dahulu kamera kita)
2. Ajak bicara apa saja sebelum memotret, bisa jadi akan ada inspirasi banyak saat kita bicara dahulu dengannya.
3. Sampaikan maksud anda saat mau memotret
4. Tunjukkan hasil foto saat itu (jika pake digital), untuk membuat mereka nyaman dan yakin dg kita.
5. Catat kontak mereka, HP, alamat rumah dsb. Suatu saat kita dg mudah akan menemukan mereka jika ada cerita yg relevan dg project foto kita kelak.
6. Sampaikan terima kasih dan memohon maaf jika telah membuat mereka terganggu.
catatan: jika setelah kita ajak bicara mereka menolak difoto, jelaskan kalau ini untuk berita yg baik atau foto yg baik. Jika tetap menolak, hormati mereka, masih banyak obyek foto lain.


by : mimimama.blogspot.com

 
posted by blackatro at 00.49 | Permalink | 1 comments
gebrakan "as i lay dying"
Minggu, 02 Desember 2007

Album As i Lay Dying "An ocean beetwen us" sudah keluar..Awalnya sy menganggap band ini sekedar band emo ecek-ecek, asal teriak , asal gebuk2 drum, dan berponi miring huekkkk~...
TAPI di album terakhirnya mereka melakukan gebrakan yang edan... Dengan cirikhas yang sama tapi dengan nuansa yang beda...


-Jauh lebih Progressive-SOLO GITAR diwajibkan (setiap lagu ada, harmony pula)

-Alur yg sangat bervariasi, setiap lagu punya karakter

-Masi rada emo sih liriknya....

-Bit drum yang sangat rumit...

Beberapa lagunya yang kalian harus dengar:


-Nothing Left -> Mirip Lamb of God/Harmony, lengkap dengan solo gitar
-The Sound of Truth -> Hmmm..vokalnya kaya Saosin tapi gitarnya=sadis
-Bury us all -> Sadis
-Departed -> INSTRUMEN berdurasi 1 menit (solo gitar tapping harmony)
-Dll (denger aja sendiri)

Band emo dan modren metal sekarang banyak melakukan perubahan seperti (trivium, A7X dll ).
 
posted by blackatro at 03.28 | Permalink | 0 comments